Senin, 22 April 2013

Sistem Hukum Dan Peradilan Internasional 2



Standar Kompetensi : Menganalisis Sistem Hukum dan peradilan Internasional
Kompetensi Dasar : 1. Mendeskripsikan system hukum dan peradilan Internasional
2. Menjelaskan penyebab timbulnya sengketa internasional dan cara penyelesaian oleh mahkamah internasional.
3. Menghargai putusan Mahkamah Internasional
A. Makna Hukum Internasional
Menurut Mochtar Kusumaatmaja, Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas Negara, antara Negara dengan Negara, dan Negara dengan subyek hukum internasional bukan Negara, atau antar subyek hukum internasional bukan Negara satu sama lain.
Hukum Internasional digolongkan menjadi hukum Internasional Publik dengan hukum perdata internasional. Hukum Internasional Publik atau hukum antar negara, adalah asas dan kaidah hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang bersifat pidana, sedangkan hukuk perdata internasional atau hukum antar bangsa, yang mengatur masalah perdata lintas Negara (perkawinan antar warga Negara suatu Negara dengan warga Negara lain).
Wiryono Prodjodikoro, Hukum Internasional adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum antara berbagai bangsa di berbagai Negara.
J.G.Starke menyatakan, Hukum Internasional adalah sekumpulan hukum (body of low) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dank arena itu biasanya ditaati dalam hubungan antar Negara.
B. Asas – asas hukum Internasional
Menurut Resolusi majelis Umum PBB No. 2625 tahun 1970, ada tujuh asas, yaitu :
1. Setiap Negara tidak melakukan ancaman agresi terhadap keutuhan wilayah dan kemerdekaan Negara lain. Dalam asas ini ditekankan bahwa setiap Negara tidak memberikan ancaman dengan kekuatan militer dan tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan piagam PBB.
2. setiap Negara harus menyelesaikan masalah internasional dengan cara damai, Dalam asas ini setiap Negara harus mencari solusi damai, menghendalikan diri dari tindakan yang dapat membahayakan perdamaian internasional.
3. Tidak melakukan intervensi terhadap urusan dalam negeri Negara lain, Dalam asas ini menekankan setip Negara memiliki hak untuk memilih sendiri keputusan politiknya, ekonomi, social dan system budaya tanpa intervensi pihak lain.
4. Negara wajib menjalin kerjasama dengan Negara lain berdasar pada piagam PBB, kerjasama itu dimaksudkan untuk menciptakan perdamaian dan keamanan internasional di bidang Hak asasi manusia, politik, ekonomi, social budaya, tekhnik, perdagangan.
5. Asas persaman hak dan penentuan nasib sendiri, kemerdekaan dan perwujudan kedaulatan suatu Negara ditentukan oleh rakyat.
6. Asas persamaan kedaulatan dari Negara, Setiap Negara memiliki persamaan kedaulatan secara umum sebagai berikut :
a. Memilki persamaan Yudisial (perlakuan Hukum).
b. Memilikimhak penuh terhadap kedaulatan
c. Setiap Negara menghormati kepribadian Negara lain.
d. Teritorial dan kemerdekanan politi suatu Negara adalah tidak dapat diganggu gugat.
e. Setap Negara bebas untuk membangun system politik, soaial, ekonomi dan sejarah
bansanya.
f. Seiap Negara wajib untuk hidup damai dengan Negara lain.
7. Setiap Negara harus dapat dipercaya dalam memenuhi kewajibannya, pemenuhan kewajiban itu harus sesuai dengan ketentuan hukum internasional.
B. Subyek Hukum Internasional
Adalah pihak-pihak yang membawa hak dan kewajiban hukum dalam pergaulan internasional. Menurut Starke, subyek internasional termasuk Negara, tahta suci, Palang merah Internasional, Organisasi internasional, Orang perseorangan (individu), Pemberontak dan pihak-pihak yang bersengketa.
• Negara, negara sudah diakui sebagi subyek hukum internasional sejak adanya hukum international, bahkan hukum international itu disebut sebagai hukum antarnegara.
• Tahta Suci (Vatikan) Roma Italia, Paus bukan saja kepoala gereja tetapi memiliki kekuasaan duniawi, Tahta Suci menjadi subyek hukum Internasional dalam arti penuh karena itu satusnya setara dengan Negara dan memiliki perwakilan diplomatic diberbagai Negara termasuk di Indonesia.
• Palang Merah Internasional, berkedudukan di jenewa dan menjadi subyek hukum internasional dalam arti terbatas, karena misi kemanusiaan yang diembannya.
• Organisasi Internasional, PBB, ILO memiliki hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional, sehingga menjadi subyek hukum internasional.
• Orang persorangan (Individu), dapat menjadi subyek internasional dalam arti terbatas, sebab telah diatur dalam perdamaian Persailes 1919 yang memungkinkan orang perseorangan dapat mengajukan perkara ke hadapat Mahkamah Arbitrase Internasional.
• Pemberontak dan pihak yang bersengketa, dalam keadaan tertentu pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa dan mendapat pengakuan sedbagai gerakan pembebasan dalam memuntut hak kemerdekaannya. Contoh PLO (Palestine Liberalism Organization) atau Gerakan Pembebasan Palestina.
C. Sumber-Sumber Internasional
Adalah sumber-sumber yang digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam memutuskan masalah-masalah hubungan internasional. Sumber hukum internasional dibedakan menjadi sumber hukumdalam arti materil dan formal. Dalam arti materil, adalah sumber hukum internasional yang membahas dasar berlakunya hukum suatu Negara. Sedangkan sumber hukum formal, adalah sumber dari mana untuk mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Menurut Brierly, sumber hukum internasional dalam arti formal merupakan sumber yang paling utama dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dipakai Mahkamah internasional dalam memutuskan suatu sengketa internasional.
Sumber hukum internasional formal terdapat dalam pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional Permanen 1920, sebagai berikut :
1. Perjanjian Internasional (traktat), adalah perjanjian yang diadakan antaranggota masyarakat bangsa-bangsa dan mengakibatkan hukum baru.
2. Kebiasaan Internasional yang diterima sebagai hukum, jadi tidak semua kebiasaan internasional menjadi sumber hukum. Syaratnya adalah kebiasann itu harus bersifat umum dan diterima sebagi hukum.
3. Asas-asas hukum umum yang diakui oleh bangsa beradab, adalah asas hukum yang mendasari system hukum modern. Sistem hukum modern, adalah system hukum positif yang didasarkan pada lembagaa hukum barat yang berdasarkan sebagaian besar pada asas hukum Romawi.
4. Keputusan-keputusan hakim dan ajaran para ahli hukum Internasional,adalah sumber hukum tambahan (subsider), artinya dapat dipakai untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan pada sumber hukum primer atau utama yaitu Perjanjian internasional, kebiasaan internasional, dan asas hukum umum.
Yang disebut denga keputusan hakim, adalah keputusan pengadilan dalam arti luas yang meliputi segala macam peradilan internasional dan nasional, termasuk mahkamah arbitrase. Ajaran para ahli hukum internasional itu tidak bersifat mengikat, artinya tidak dapat menimbulkan suatu kaidah hukum.
D. Lembaga Peradilan Internasional
1. Mahkamah Internasional :
Mahkamah internasional adalah lembaga kehakiman PBB berkedudukan di Den Haag, Belanda. Didirikan pada tahun 1945 berdasarkan piagam PBB, berfungsi sejak tahun 1946 sebagai pengganti dari Mahkamah Internasional Permanen.
Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim, dua merangkap ketua dan wakil ketua, masa jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut dari warga Negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum internasional. Lima berasal dari Negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB seperti Cina, Rusia, Amerika serikat, Inggris dan Prancis.
Fungsi Mahkamah Internasional:
Adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subyeknya adalah Negara. Ada 3 kategori Negara, yaitu :
• Negara anggota PBB, otomatis dapat mengajukan kasusnya ke Mahkamah Internasional.
• Negara bukan anggota PBB yang menjadi wilayah kerja Mahkamah intyernasional. Dan yang bukan wilayah kerja Mahkamah Internasional boleh mengajukan kasusnya ke Mahkamah internasional dengan syarat yang ditentukan dewan keamanan PBB.
• Negara bukan wilayah kerja (statute) Mahkamah internasional, harus membuat deklarasi untuk tunduk pada ketentuan Mahjkamah internasional dan Piagam PBB.
Yuridikasi Mahkamah Internasional :
Adalah kewenangan yang dimilki oleh Mahkamah Internasional yang bersumber pada hukum internasional untuk meentukan dan menegakkan sebuah aturan hukum. Kewenangan atau Yuridiksi ini meliputi:
• Memutuskan perkara-perkara pertikaian (Contentious Case).
• Memberikan opini-opini yang bersifat nasehat (Advisory Opinion).
Yuridikasi menjadi dasar Mahkamah internasional dalam menyelesaikan sengketa Internasional. Beberapa kemungkinan Cara penerimaan Yuridikasi sbb :
• Perjanjian khusus, dalam mhal ini para pihak yang bersengketa perjanjian khusus yang berisi subyek sengketa dan pihak yang bersengketa. Contoh kasus Indonesia degan Malaysia mengenai Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan.
• Penundukan diri dalam perjanjian internasional, Para pihak yang sengketa menundukkan diri pada perjanjian internasional diantara mereka, bila terjadi sengketa diantara para peserta perjanjian.
• Pernyataan penundukan diri Negara peserta statute Mahkamah internasional, mereka tunduk pada Mahkamah internasional, tanpa perlu membuat perjanjiankhusus.
• Keputusan Mahkamah internasional Mengenai yuriduksinya, bila terjadi sengketa mengenai yuridikasi Mahkamah Internasional maka sengketa tersebut diselesaikan dengan keputusan Mahkamah Internasional sendiri.
• Penafsiran Putusan, dilakukan jika dimainta oleh salah satu atau pihak yang bersengketa. Penapsiran dilakukan dalambentuk perjanjian pihak bersengketa.
• Perbaikan putusan, adanya permintaan dari pihak yang bersengketa karena adanya fakta baru (novum) yang belum duiketahui oleh Mahkamah Internasional.
2. Mahkamah Pidana Internasional :
Bertujuan untuk mewujudkan supremasi hukum internasional dan memastikan pelaku kejahatan internasional. Terdiri dari 18 hakim dengan masa jabatan 9 tahun dan ahli dibidang hukum pidana internasional. Yuridiksi atau kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Pidana Internasional adalah memutus perkara terhadap pelaku kejahatan berat oleh warga Negara dari Negara yang telah meratifikasi Statuta Mahkamah.
3. Panel Khusus dan Spesial Pidana internasional :
Adalah lembaga peradilan internasional yang berwenang mengadili para tersangka kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen atau sementara (ad hoc) dalam arti setelah selesai mengadili maka peradilan ini dibubarkan. Yuridiksi atau kewenangan darai Panel khusus dan special pidana internasional ini, adalah menyangkut tindak kejahatan perang dan genosida (pembersihan etnis) tanpa melihat apakah Negara dari si pelaku itu telah meratifikasi atau belum terhadap statute panel khusus dan special pidana internasional ini. Contoh Special Court for East Timor dan Indonesia membentuk Peradilan HAM dengan UU No. 26 tahun 2000.
D. Sebab-sebab terjadinya Sengketa Internasional
Sengketa internasional (International despute), adalah perselisihan yang terjadi antara Negara dengan Negara, Negara dengan individu-individu, atau Negara dengan lembaga internasional yang menjadi subyek hukum internasional.
Sebab-sebab sengketa internasional :
1. Salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dalam mperjanjiann internasional.
2. Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian internasional
3. Perebutan sumber-sumber ekonomi
4. Perebutan pengaruh ekonomi, politik, atau keamanan regional dan internasional.
5. Adanya intervensi terhadap kedayulatan Negara lain.
6. Penghinaan terhadap harga diri bangsa.
E. Cara penyelesaian Sengketa internasional
Ada dua cara penyelesaian segketa internasional, yaitu secara damai dan paksa, kekerasan atau perang.
• Penyelesaian secara damai, meliputi :
Arbitrase, yaitu penyelesaian sengketa internasional dengan cara menyerahkannya kepada orang tertentu atau Arbitrator, yang dipilih secara bebas oleh mereka yang bersengketa, namun keputusannya harus sesuai dengan kepatutan dan keadilan ( ex aequo et bono).
Prosedur penyelesaiannya, adalah :
1. Masing-masing Negara yang bersengketa menunjuk dua arbitrator, satu boleh
berasal dari warga negaranya sendiri.
2. Para arbitrator tersebut memilih seorang wasit sebagai ketua dari pengadilan
Arbitrase tersebut.
3. Putusan melalui suara terbanyak.
Penyelesaian Yudisial, adalah penyelesaian sengketa internasional melalui suatu pengadilan internasional dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum.
Negosiasi, tidak seformal arbitrase dan Yudisial. Terlebih dahulu dilakukan konsultasi dan komunikasi agar negosiasi dapat berjalan semestinya.
Jasa-jasa baik atau mediasi, yaitu cara penyelesaian sengketa internasional dimana Negara mediator bersahabat dengan para pihak yang bersengketa, dan membantu penyelesaian sengketanya secara damai. Contoh Dewan Keamanan PBB dalam penyelesaian konplik Indonesia Belanda tahu 1947. Dalam penyelesaina dengan Jasa baik pihak ketiga menawarkan penyelesaian, tapi dalam Penyelesaian secara Mediasi, pihak mediator berperan lebih aktif dan mengarahkan pihak yang bersengketa agar penyelesaian dapat tercapai.
Konsiliasi, dalam arti luas adalah penyelesaian sengketa denga bantuan Negara-negara lain atau badan-badan penyelidik dan komite-komite penasehat yang tidak berpihak. Konsiliasi dalam arti sempit, adalah suatu penyelesaian sengketa internasional melalui komisi atau komite dengan membuat laporan atau ussul penyelesaian kepada pihak sengketa dan tidak mengikat.
Penyelidikan, adalah biasanya dipakai dalam perselisioshan batas wilayah suatu Negara dengan menggunakan fakta-fakta untuk memperlancar perundingan.
Penyelesian PBB, Dididrikan pada tanggal 24 Oktober 1945 sebagai pengganti dari LBB (liga Bangsa-Bangsa), tujuan PBB adalah menyelesaikan sengketa internasional secara damai dan menghindari ancaman perang.
• Penyelesaian secara pakasa, kekerasan atau perang :
Perang dan tindakan bersenjata non perang, bertujuan untuk menaklukkan Negara lawan dan membebankan syarat penyelesaian kepada Negara lawan.
Retorsi, adalah pembalasan dendam oleh suatu Negara terhadap tindakan – tindakan tidak pantas yang dilakukan Negara lain. Contoh menurunkan status hubungan diplomatic, atau penarika diri dari kesepakatan-kresepakatan fiscal dan bea masuk.
Tindakan-tindakan pembalasan, adalah cara penyelesaian sengketa internasional yang digunakan suatu Negara untuk mengupayakan memperoleh ganti rugi dari Negara lain. Adanya pemaksaan terhadap suatu Negara.
Blokade secara damai. Adalah tindakan yang dilakukan pada waktu damai, tapi merupakan suartu pembalasan. Misalnya permintaan ganti rugi atas pelabuhan yang di blockade oleh Negara lain.
Intervensi (campur tangan),adalah campur tanagn terhadap kemerdekaan politik tertentu secara sah dan tidak melanggar hukum internasional. Contohnya :
1. Intervensi kolektif sesuai dengan piagam PBB.
2. Intervesi untuk melindungi hak-hak dan kepentingan warga negaranya.
3. Pertahanan diri.
4. Negara yang menjadi obyek intervensi dipersalahkan melakukan pelanggaran
berat terhadap hukum internasional.
F. Penyelesaian melalui Mahkamah internasional
Ada dua mekanisme penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah internasional, yaitu mekanisme normal dan khusus.
• Mekanisme Normal :
1. Penyerahan perjanjian khusus yng berisi tdentitas para pihak dan pokok persoalan sengketa.
2. Pembelaan tertulis, berisi fakta, hukum yang relevan, tambahan fakta baru, penilakan atas fakta yang disebutkan dan berisi dokumen pendukung.
3. Presentasi pembelaan bersifat terbuka dan umum atautertutup tergantung pihak sengketa.
4. Keputusan bersifat menyetujui dan penolakan. Kasus internasional dianggap selesai apa bila :
Para pihak mencapai kesepakatan
Para pihak menarik diri dari prose persidangan Mahkamah internasional.
Mahkamah internasional telah memutus kasus tersebut berdasarkan pertimbangan dan telah dilakukan ssuai proses hukum internasional yang berlaku.
• Mekanisme Khusus :
1. Keberatan awal karena ada keberatan dari pihak sengketa Karen mahkamah intrnasional dianggap tidak memiliki yusidiksi atau kewenangan atas kasus tersebut.
2. Ketidak hadiran salah satu pihak yang bersengketa, biasanya dilakukan oleh Negara tergugat atau respondent karena menolak yuridiksi Mahkamah Internasional.
3. Keputusan sela, untuk memberikan perlindungan terhadap subyek persidangan, supaya pihak sengketa tidak melakukan hal-hal yang mengancah efektivitas persidangan Mahkamah internasional.
4. Beracara bersama, beberapa pihak disatukan untuk mengadakan sidang bersama karena materi sama terhadap lawan yang sama.
5. Intervensi, mahkamah internasional memberikan hak kepada Negara lain yang tidak terlibat dalam sengketa untuk me;lakkan intervensi atas sengketa yangsedang disidangkan bahwa dengan keputusan Mahkamah internasional ada kemungkinan Negara tersebut dirugikan.
G. Contoh Keputusan/kasus Mahkamah Internasioanal
• Amerika serikat di Filipina : tahun 1906 tentara AS melakukan pembunuhan warga Filipina, membunuh dan membakar 600 rakyat desa itu. Para pelakunya telah di sidang di pengadilan militer amun banyak yang dibebaskan.
• Amerika serikat di Cina : pada tahun 1968 terjadi pristiwa My lai Massacre. Kompi Amerika menyapu warga desa denga senjata otomatis dan menewaskan 500 orang. Pra pelakunya telah disidang dan dihukum.
• Amerika serikat di Jepang : pada tahun 1945 lebih dari 40.000 rakyat Jepang meninggal akibat Bom Atom.
• Pembersihan etnis yahudi oleh Nazi Di jerman atas pimpinan Adolf Hitler, Mahkamah Internasional telah mengadili dan menhukum pelaku.
• Jepang banyak membunuh rakyat Indonesia dengan Kerja paksa dan 10.000 rakyat Indonesia hilang. Pengadilan internasional telah dijalankan dan menghukum para penjahatnya.
• Serbia di Bosnia dan Kroasia: anatar 1992-1995 pembersihan etnis kroasia dan Bosnia oleh Kroasia danmembunuh sekitar 700.000 warga Bosnia dan Kroasia. Para penjahat perangnya sampai sekarang masih menjalani proses persidangan di Den Haag,Belanda.
• Pemerintah Rwanda terhadap etniks Hutu : Selama tiga bulan di tahu 1994 antara 500 samapai 1 juta orang etnis Hutu dan Tutsi telah dibunuh ioleh pemerintah Rwanda. PBB menggelar pengadilan kejahatan perang di Arusha Tanzania dan hanya menyeret 29 penjahat perangnya.
• Indonesia dengan Malaysia terhadap kasus Pulau sipadan dan Ligitan, dan Mahkamah internasional memenangkan pihak Malaysia pada ahun 2003. Malaysia adalah pemilik ke dua pulau tersebut. Indonesia menghormatikeputusan tersebut.
• Kasaus Timor TImur diselesaikan secara Intrnasional dengan referendum. Dan sejak tahun 1999 Timor-Timur berdiri sebagai sebuah Negara bernama Republik Tomor Lorosae /Timor Leste.

Persamaan Kedudukan Warga Negara Dalam Berbagai Aspek Kehidupan


A. Warga Negara dan kewarganegaraan

1. Dasar hukum yang menyangkut warga negara
            Sebelum membahas lebih jauh mengenai warga Negara, terlebih dahulu kita perlu memahami pengertian warga Negara termasuk pengertian warga Negara Indonesia.

            Menurut UU No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Repblik Indonesia, Warga Negara adalah warga suatu Negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan,

            Adapun yang termasuk atau yang disebut warga Negara Indonesia adalah sebagai berikut :
  1. setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan / atau berdasarkan perjanjian pemerintah Republik Indonesia dengan Negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia.
  2. Anak yang baru lahir dari perkawinan yang sah dari seseorang ayah dan ibu warga Negara Indonesia.
  3. Anak yang lahir dari perkawinan sah dari seorang ayah warga Negara Indonesia dan Ibu Warga Negara Asing.
  4. Anak lahir dari perkawinan sah dari seorang ayah Warga Negara Asing dan dari seorang Ibu Warga Negara Indonesia
  5. Anak yang lahir dari perkawinan sah dari seorang Ibu warga Negara Indonesia tetapi Ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum Negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
  6. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga Negara Indonesia.
  7. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang Ibu Warga Negara Indonesia.
  8. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga Negara asing yang di akui oleh ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu, dilakukan sebelum anak tersebut berumur 18 tahun atau belum kawin.
  9. Anak yang lahir diwilayah Negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
  10. Anak yang baru lahir yang ditemukan di Wilayah Negara Republik Indonesia selama ibu dan ayahnya tidak diketahui.
  11. Anak yang lahir di Negara republic Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaanya.
  12. Anak yang dilahirkan diluar wilayah Negara republic  Indonesia dari seorang ayah dan ibu warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari Negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan .
  13. Anak dari seorang ayah dan ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraanya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau mengatakan janji setia.






Dasar atau Landasan Hukum  yang mengatur  Warga Negara Indonesia
adalah :
a. Landasan Idiil                     :     Pancasila terutama sila ke 2
b. Landasan Konstitusional    :     UUD 1945 pasal 26
c. Landasan Oprasional           :     1)   UU No 12 / 2006 tentang kewarganegaraan
                                                      2)   UU No 9 / 1992 tentang keimigrasian.
                                                     3)   UU No 1 / 1979 tentang Ekstradisi
4)   UU No 12 / 2005 tentang kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik / internasional covenant on civil and political rights.
5)   PP No 18 / 2005 tentang perubahan atas PP No. 32 / 1994 tentang visa, izin masuk ,dan keimigrasian.
                                                      6)   Permen HukHam RI No 02-HL.05.06/2006 tentang tata cara menyampaikan pernyataan untuk menjadi WNI.
                                                      7)   Permen HukHam RI No. M 01-HL.03.01/2006 Tentang tata cara pendapatan untuk memperoleh Kewarganegaraan RI.
            Sebenarnya peraturan perundang-undangan yang mengatur warga Negara sudah lama ada, bahkan ketika zaman penjajahan Belanda yaitu dengan adanya UU tanggal 10 Februari 1910 tentang peraturan tentang kewarganegaraan Belanda bukan Belanda ( STB.1910-296 jo.27-458).

Peraturan tentang kewarganegaraan Indonesia yang pernah berlaku adalah :
  1. UU No. 3 Tahun 1946 Tentang Warga Negara , penduduk Negara jo UU No. 6/1947,jo UU No. 8/1947 jo, UU No. 11/1948.
  2. Persetujuan perihal pembagian warga Negara Indonesia  antara RIS dan kerajaan Belanda (Lembaga Negara Tahun 1950 Nomor 2)
  3. UU No 2/1958 tentang penyelesaian Dwi kewarganegaraan antara Indonesia dan RRC .
  4. UU No 4/1958 tentang kewarganegaraan Indonesia sebagai penyempurnaan  UU No 3/1946.
  5. UU No 4/1969  tentang pencabutan UU No. 2/1958 dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
  6. Keputusan presiden No. 7/1971 tentang pernyataan digunakanya ketentuan-ketentuan dalam UU No 3/1946 tentang warga Negara dan penduduk Negara RI untuk menetapkan kewarganegaraan RI bagi penduduk Irian Barat.


Pasal 26 UUD 1945 berbunyi :
1)      Yang menjadi warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disyahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara.
2)      Penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang-orang yang bertempat tinggal di Indonesia.
3)      Hal-hal yang mengenai warga Negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.

Yang dimaksud dengan bangsa Indonesia asli pada pasal 26 ayat 1 UUD 1945 tersebut diatas adalah orang Indonesia yang menjadi warga Negara Indonesia sejak kelahiranya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri.

Adanya perbedaan status dan kedudukan seseorang warga Negara dan bukan warga Negara, sangat berpengaruh terhadap hak dan kewajiban. hak dan kewajiban  warga Negara Indonesia sangat berbeda dengan hak dan kewajiban bukan warga Negara Indonesia atau orang asing, seperti :
  1. menjadi anggota TNI/POLRI
  2. menjadi anggota dan atau pengurus parpol / mendirikan parpol
  3. ikut memilih dan dipilih dalam pemilu
  4. kepemilikan tanah dengan sertifikat hak milik (SHM)
  5. menjadi pegawai negeri sipil


Menurut GEORGE JELLINECK setiap orang (warga Negara) mempunyai empat status/kedudukan hukum yaitu :
  1. Positive Status (+)
Positive Status berarti setiap orang dapat meminta pertolongan terhadap negaranya, dan meminta perlindungan  terhadap Negara.
  1. Negative Status (-)
Negative Status berarti setiap orang mempunyai kebebasan dan hak-hak dasar yangtidak boleh dirampas, misalnya kebebasan beragama. (setiap orang melihat orang lain ada tanda perboden)
  1. Aktif Status
Aktif Status, berarti setiap orang mempunyai kebebasan dalam berbagai bidang, termasuk hak untuk dapat dipilih dan memilih  serta untuk turut serta dalam pemerintahan Negara.
  1. Pasif Status
Pasif Status berarti setiap orang yang menjadi warga Negara harus tunduk kepada pemerintah dan Negara.

Kedudukan WNI
            UUD 1945 mengatur tentang kedudukan warga Negara Indonesia yang mempunyai sifat khusus yakni mempunyai hubungan hak dan kewajiban timbale terhadap negaranya hal ini dapat dilihat dalam pasal 27, 28 A-28 J,29,30,31,32,33 dan 34 hak dan kewajiban Warga Negara indonesia.
            Semua orang yang dapat menjadi Warga Negara mempunyai hak dan kewajiban sebagai warga Negara tersebut. Demikian juga warga Negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang di tentukan  dalam ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam batang tubuh UUD 1945 dan peraturan perundangan lainnya, yang termasuk.
                   

Kewajiban warga Negara antara lain disebutkan :
  1. kewajiban taat serta patuh terhadap perundang-undangan yang berlaku
  2. kewajiban bela Negara
  3. wajib mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi/golongan.
  4. wajib membayar pajak, bea, cukai menurut ketentuan yang berlaku.

Sedangkan hak warga Negara
  1. Hak dasar sebagai bangsa yaitu kemerdekaan
  2. Hak dasar sebagai warga Negara
1)      dalam lapangan yuridis
2)      dalam lapangan social
3)      dalam lapangan kebudayaan
4)      dalam lapangan politik
  1. Hak warga Negara yang merupakan kewajiban pemerintah untuk memajukan kesejahteraan, yaitu :
1)      hak memperoleh pendidikan
2)      hak memajukan kebudayaan nasional
3)      hak dalam lapangan ekonomi
4)      hak kemanusiaan (lapangan sosisal)

Hubungan hak dan kewajiban warga Negara berdasarkan UUD 1945
a.       sebagai hak dasar suatu bangsa yaitu kemerdekaan telah dicantumkan dalam pembukaan UUD 1945 alenia pertama dijelaskan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan.
b.   Hak Warga Negara
      Dalam lapangan hokum tercantum dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 27 ayat 1 yang berbunyi “semua warga Negara bersamaan kedudukanya dalam  hukum dan pemerintahan tersebut dengan  tidak  ada kecualinya.
c.   Hak Warga Negara dalam  lapangan  social (pasal 27 ayat 2 dan Pasal 34)
      Pasal 27 ayat 2 :
“tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi    kemanusiaan”.
Pasal 34 :
 “ fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”.
d.   Hak warga Negara dalam lapangan politik yaitu dalam pasal 28 dan pasal 27 ayat 3 dan pasal 30 ayat 1.
      Pasal 28 :
      “kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pendapat dengan lisan atau tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
      Pasal 27 ayat 3 :
      “tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara”.
      Pasal 30 ayat 1 :
      “ Tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara”.
e.   Hak Warga Negara dalam lapangan kebudayaan tercantum dalam pasal 31 ayat 1
      “ Tiap Warga Negara berhak mendapatkan pengajaran”
f.   Hak dasar sebagai penduduk dalam UUD 1945 juga dijelaskan dalam Pasal 29 ayat 2 yang bunyinya sebagai berikut :
      Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaanya itu.
g.  Di lapangan ekonomi ditentukan dengan tujuan kesejahteraan bagi warga    negaranya diatur dalam pasal 33 ayat 1,2 dan 3 yang berbunyi :
1)   Ayat 1 yaitu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan usaha   bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
2)   Ayat 2 yaitu cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
3)   Ayat 3 adalah bumi, dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan di gunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
      Adapun pasal 28A s/d 28j tentang HAM telah dibahas pada BAB III kelas X semester 1.

2.    Asas Stelsel Dalam Kewarganegaraan
Adapun azas kewarganegaraan yang mula-mula dipergunakan sebagai dasar dalam menentukan termasuk tidaknya seseorang dalam golongan warga Negara dari sesuatu warga Negara ialah :
a. Azas keturunan atau azas ius sanguinis dan
b. Azas tempat kelahiran atau ius soli
Azas ius sanguinis menetapkan kewarganegaraan seorang menurut pertalian atau keturunan dari seorang yang bersangkutan. Jadi yang menentukan kewarganegaraan seseorang ialah kewarganegaraan orang tuanya, dengan tidak mengindahkan dimana ia sendiri dan orang tuanya berada dan dilahirkan.
Contoh : seseorang yang lahir dinegara A adalah warga Negara A; yang orang tuanya warga Negara B, adalah warga Negara B.
Azas ius soli menetapkan kewarganegaraan seseorang menurut daerah atau Negara tempat ia dilahirkan.
Contoh : Seseorang yang lahir dinegara A, adalah warga Negara A; walaupun orang tuanya adalah warga Negara B.

Dalam menentukan kewarganegaraan itu dipergunakan dua stelsel kewarganegaraan.
Disamping Azas yang tersebut  diatas. Stelsel  itu ialah :
a.   Stelsel Aktif dan
b.   Stelsel Pasif
Menurut Stelsel aktif orang harus melakukan tindakan –tindakan hukum tertentu secara aktif untuk menjadi warga Negara. Menurut stelsel pasif orang dengan sendirinya di anggap sebagai warga Negara tanpa melakukan suatu tindakan hukum tertentu.

Berhubungan dengan kedua stelses itu harus kita bedakan :
a.   Hak Opsi, yaitu hak untuk memilih kewarganegaraan (dalam stelsel aktif).
b.   Hak Repudiasi, yaitu hak untuk menolak sesuatu kewarganegaraan (dalam stelsel   pasif).
Pada penyelesaian masalah kewarganegaraan menurut salah satu keputusan KMB dipegunakan baik stelsel aktif dengan hak opsi (yang kepada penduduk Indonesia keturunan Eropah). Maupun stelsel pasif dengan hak repudiasi (yang dikenakan kepada penduduk Indonesia keturunan timur Asing).

Dwi-Kewarganegaraan
Dalam hal penerapan azas kewarganegaraan, beberapa Negara memakai Azas ius soli, sedang di Negara lain berlaku azas ius sanginis. Hal demikian itu menimbulkan dua kemungkinan, yaitu :
a.   a-patride , yaitu adanya seorang penduduk yang tidak mempunyai kewarganegaraan.
b.   bi-patride , yaitu adanya seorang penduduk yang mempunyai dua macam kewarganegaraan sekaligus (kewarganegaraan rangkap atau dwi-kewarganegaraan).
      Seorang keturunan bangsa A, yang negaranya memakai azas ius soli, lahir di Negara B yang menerapkan azas ius sanguinis. Orang inilah bukan warga Negara A, karena ia tidak dilahirkan di Negara A,tetapi juga ia bukan warganegara B, karena ia bukanlah keturunan bangsa B. dengan demikian maka orang ini sama sekali tidak mempunyai kewarganegaraan. Ia adalah a-partide.
Seorang keturunan bangsa B yang negaranya menganut Azas ius sanguinis lahir di Negara A, dimana berlaku azas ius soli. Oleh karena ini adalah keturunan bangsa B, maka ia dianggap sebagai warga negara B, akan tetapi oleh Negara A ia juga dianggap sebagai warga Negaranya, karena ia dilahirkan di Negara A. orang ini mempunyai dwi- kewarganegaraan. Ia adalah bi-apartide.
Adanya ketentuan-ketentuan yang tegas mengenai kewarganegaraan adalah sangat penting bagi tiap Negara, karena hal itu dapat mencegah adanya penduduk yang a-patride dan bi-partide.ketentuan – ketentuan itu penting pula untuk membedakan hak dan kewajiban – kewajiban bagi warga Negara dan bukan warga Negara.
Baik bi-patride maupun a-patride merupakan suatu keadaan yang tidak disenangi oleh Negara dimana orang tersebut berada, bahkan bagi yang bersangkutan. Keadaan bi-partide membawa ketidak pastian dalam status seseorang, sehingga dapat saja merugikan Negara tertentu. Sebaliknya keadaan a-partide membawa akibat bahwa orang tersebut tidak akan mendapat perlindungan dari Negara manapun.
Masalah bi-partide pernah terjadi di republik Indonesia sebelum tahun 1955. karena peraturan perundang-undangan yang berlaku pada waktu itu, orang-orang Cina dapat dianggap sebagai warga Negara Indonesia. Sedangkan dalam keadaan yang bersamaan  di RRC tetap pula beranggapan bahwa orang-orang Cina tersebut adalah warga negaranya. Dengan demikian orang-orang cina yang berada di Indonesia mempunyai kewarganegaraan rangkap (bi-partide/dwi-kewarganegaraan).
Untuk menyelesaikan masalah tersebut diatas , pada tanggal 22 april 1955, diadakanlah perjanjian antara Republik Indonesia dengan Republik rakyat Cina. Perjanjian itu terkenal dengan sebutan perjanjian Soenarjo-Chou, karena dalam perundingan itu Indonesia di wakili oleh mentri luar negri  Soenarjo,S.H. dan Republic rakyat Cina diwakili oleh mentri luar negri Chou Enlai dan sekaligus mereka berdua yang menandatangani perjanjian tersebut.
Kemudian pada tahun 1958 perjanjian Soenarjo-Chou di tetapkan dalam UU nomor 2 tahun 1958  yang mengatur tentang persetujuan antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Cina mengenai dwi-kewarganegaraan . disini ditegaskan bahwa terhadap orang-orang Cina di Indonesia yang telah berusia 18 tahun mempunyai kewarganegaraan rangkap harus memilih salah satu di antaranya, apakah menjadi warga Negara Cina atau warga Negara Indonesia. Dalam menentukan pilihan tersebut mereka diberikan waktu tenggang selama 2 tahun. Jika mereka tidak mengindahkan / menghiraukan , berarti mereka dianggap telah memilih warga Negara Indonesia kalau ayahnya berkewarganegaraan Indonesia, dan dianggap telah memilih warga RRC jika ayahnya berkewarganegaraan Cina.
Sedangkan bagi mereka yang masih dibawah umur 18 tahun berlaku ketentuan, bahwa mereka memilih kewarganegaraan orang tua yang di ikutinya. Namun ketentuan ini pada tahun 1969 yang menetapkan bahwa mereka yang telah menjadi warga Negara Republik Indonesia berdasarkan UU nomor 2 tahun 1958 tetap sebagai warga Negara Republik Indonesia, sedangkan yang masih dibawah umur 18 tahun secara langsung mengikuti kewarganegaraan orang tuanya.

Asas kewarganegaraan  yang di anut Indonesia sekarang sesuai dengan UU No. 12/2006 adalah:
a.   Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan Negara tempat kelahiran.
b.   Asas ius soli (law of the soil ) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan Negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai ketentuan yang berlaku dalam UU ini.
c.   Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan setiap orang.
d.   Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak  sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ini.
      Undang-Undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bi-partide) ataupun tanpa kewarganegaraan (a-patride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak-anak dalam UU ini merupakan suatu pengecualian.
     
      Selain asas tersebut diatas , beberapa asas khusus juga menjadi dasar  penyusunan UU tentang kewarganegaraan Republik Indonesia.
a.   Asas kepentingan nasional  adalah asas yang menentukan bahwa peraturan kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad mempertahankan kedaulatanya  sebagai warga Negara kesatuan yang memiliki cita-cita dan tujuanya sendiri.
b.   Asas perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib memberikan perlindungan penuh kepada setiap warga Negara Indonesia dalam keadaan apapun baik didalam maupun diluar negri.
c.   Asas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang menentukan bahwa setiap warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan yang sama di hukum dan pemerintah.
d.   asas kebenaran substantif adalah prosedur pewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat administrative, tetapi juga disertai substansi  dan syarat-syarat permohonan yang dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya.
e.   Asas nondiskriminatif adalah asas yang tidak membedakan perlakuan dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga Negara atas dasar suku, ras, agama, golongan jenis kelamin dan gender.
f.    Asas pengakuan dan penghormatan terhadap asasi manusia adalah asas yang dalam segala hal ikhwal yang berhubungan warga Negara harus menjamin, melindungi, dan memuliakan hak asasi manusia pada umumnya dan hak warga Negara pada khususnya.
g.   Asas keterbukaan adalah asas yang menentukan bahwa dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga Negara harus dilakukan secara terbuka.
h.   Asas publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan republic Indonesia diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia agar masyarakat mengetahuinya.




1.      Syarat dan Tata Cara Menjadi Warga Negara Indonesia
Menurut UU Nomor 12 Tahun 2006 kewarganegaraar RI dapat diperoleh karena sebab‑sebab berikut.
a.       Kelahiran
Di sini garis kewarganegaraan orang tua sangat menentukan bagi kewarganegaraan anak dan keturunannya, antara lain karena sebab‑sebab berikut :
1)      Pengangkatan (adopsi)
Sah atau tidaknya pengangkatan anak itu ditentukan menurut hukum yang mengangkat anak. Pengangkatan anak yang dimaksud di sini adalah pengangkatan anak (orang) asing. Agar anak (orang) asing yang diangkat itu memperoleh kewarganegaraan orang tua angkatnya (WNI), maka anak asing yang diangkat itu harus di bawah umur 5 tahun dan disahkan oleh Pengadilan Negeri di tempat tinggal pemohon bagi pemohon yang bertempat tinggal di wilayah negara RI, sedangkan bagi pemohon yang bertempat tinggal di luar wilayah negara RI di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
2)      Dikabulkan permohonan
Misalnya seorang anak yang lahir diluar perkawinan dari seorang ibu berkewarganegaraan       RI atau anak yang lahir dari perkawinan sah tetapi orang tuanya telah bercerai dan anak           tersebut tinggal bersama ibunya yang berkewarganegaraan RI. Maka satelah berumur 18 tahun dapat mengajukan permahonan kepada Menteri Pengadilan Negeri di tempat di mana ia bertempat tinggal untuk memperoleh kewargaregaraan RI.
b.     Pewarganegaraan (Naturalisasi baik biasa maupun luar biasa)
Naturalisasi adalah suatu cara orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan suatu negara, Sedangkan jika dipandang dari segi hukum, naturalisasi adalah suatu perbuatan hukum yang menyebabkan seseorang memperoleh kewarganegaraan suatu negara tertentu. Dalam praktiknya, naturalisasi dapat terjadi karena yang bersangkutan mengajukan permohonan dan karena diberikan dengan alasan kepentingan negara atau yang bersangkutan telah berjasa pada negara tersebut.
c.      Akibat Perkawinan
Warga negara asing yang kawin secara sah dengan WNI dapat memperoleh kewarganegaraan RI dengan menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat. Pernyataan tersebut dilakukan apabila yang bersangkutan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Rl paling singkat 5 tahun berturut‑turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut‑turut, kecuali dengan perolehan kewarganegaraan tersebut mengakibatkan berkewarganegaraan ganda. Apabila hal tersebut terjadi, maka yang bersangkutan dapat diberikan izin tinggal tetap sesuai dangan peraturan perundang‑undangan.
d.      Turut Ayah/lbunya
Pada umumnya setiap anak (belum berumur 18 tahun atau belum kawin) yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya (sebelum memperoleh kewarganegaraan RI) turut memperoleh kewarganegaraan RI setelah ia bertempat tinggal dan berada di Indonesia. Kewarganegaraan RI yang diperoleh seorang ibu berlaku juga terhadap anak‑anaknya yang belurn berusia 18 tahun atau belum kawin.
e.      Pernyataan
Seseorang mendapatkan kewarganegaraan RI dengan cara melakukan pernyataan, antara lain :
1)      Warga negara asing yang kawin secara sah dengan WNI
2)      Seorang anak yang telah berumur 18 tahun dan tidak turut dengan ayah dan ibunya dapat menyatakan kahendaknya kepada Pengadilan Negeri untuk memperoleh kewarganegaraan RI.
3)      Seorang asing yang sebelum berlakunya UU No. 62 tahun 1958 pernah masuk dalam   ketentaraan RI dan memenuhi syarat‑syarat yang akan ditentukan oleh Menteri Partahanan akan memperoleh kewarganegaraar RI.

3.    Syarat memproleh kewarganegaraan Republik Indonesia
Kewarganegaraan RI dapat diperoleh melalui pewarganegaraan.
Pewarganegaraan yang biasa adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan.
Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1.        Telah berusia 18 tahun (delapan belas) tahun atau sudah kawin ;
2.        Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal diwilayah Negara republic Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut ;
3.        Sehat jasmani dan rohani
4.        Dapat berbahasa Indonesia serta mengetahui dasar Negara Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945.
5.        Tidak pernah dijatuhi pidana karena tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun atau lebih ;
6.        Jika dalam memperoleh kewarganegaraan RI , tidak menjadi berkewarganegaraan ganda.
7.        Mempunyai pekerjaan dan /atau berpenghasilan tetap; dan
8.        Membayar uang pewarganegaraan ke kas Negara
Dahulu Rp 500,- s/d Rp 10.000,- , sekarang (25% dari penghasilan rata-rata perbulan dalam SPPT tahun terakhir)


4.    Kehilangan kewarganegaraan RI
Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraanya jika yang bersangkutan :
1.    Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauanya sendiri
2.    tidak menolak atau melepas kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang  bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu.
3.    dinyatakan hilang kewarganegaraanya oleh presiden atas permohonanya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal diluar negeri, dan hanya dapat dijabat oleh warga Negara Indonesia;
4.    masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu oleh presiden
5.    secara suka rela masuk dalam dinas Negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia tidak sesuai dengan per UU hanya dapat dijabat oleh warga Negara Indonesia.
6.    secara sukarela mengangkat sumpah atau janji setia kepada Negara asing atau bagian Negara asing tersebut.
7.    tidak diwajibkan tetapi turut saerta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu Negara asing.
8.    mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari Negara asing atau surat yang diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari Negara lain atas namanya.
9.    bertempat tinggal di luar wilayah Negara RI selama 5 tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas Negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginanya untuk tetap menjadi warga Negara Indonesia kepada perwakilan RI tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.


B.    Persamaan Kedudukan Warga Negara

1.    Landasan Yang Menjamin Persamaan Kedudukan Warga Negara
Secara konstitusional persamaan kedudukan warga Negara telah diatur pada  pasal-pasal UUD 1945, yaitu
a.       Pasal 27 ayat 1 tentang persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintah
b.      Pasal 27 ayat 2 tentang persamaan atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
c.       Pasal 27 ayat 3 tentang persamaan hak dan kewajiban bela Negara
d.      Pasal 28 tentang persamaan kemerdekaan berserikat dan berkumpul
e.       Pasal 28A - 28J tentang persamaan dalam HAM
f.       Pasal 29 ayat 2 tentang persamaan jaminan kebebasan beragama
g.   Pasal 30 ayat 1 tentang persamaan hak dan kewajiban dalam usaha hankam negara
h.   Pasal 31 ayat 1 tentang persamaan hak dalam mendapat pendidikan
i.     Pasal 32 ayat 1 tentang persamaan dalam bidang kebudayaan
j.     Pasal 33 tentang persamaan dalam perkonomian
k.      Pasal 34 tentang persamaan dalam kesejahteraan social
Semua ketentuan dalam UUD 1945 itu dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah seperti UU, PP, dll.

2.    Berbagai Aspek atau Bidang Persamaan Kedudukan Setiap Warga Negara
  
Dalam segala aspek kehidupan setiap warga Negara memiliki persamaan kedudukan, sehingga dalam menjalani aktivitas kehidupan bersama didasari persamaan derajat, saling menghargai, dan lebi bersifat kerjasama
Dalam lingkup keluarga kecil, ayah, ibu, kakek, nenek, adik, dan seterusnya dapat bekerjasama yang baik dalam keluarga untuk mencapai keluarga yang sejahtera, aman, rukun, misalnya bekerjasama membersihkan dan lingkungan

1.      Dalam lingkungan masyarakat, dapat bekerjasama dalam hal :
1). Memelihara keamanan bersama
2). Meningkatkan kesejahteraan bersama
3). Meningkatkan kebersihaan lingkungan
4). Membangun sarana dan fasilitas tertentu untuk kepentingan umum
2.      Dalam kehidupan antar umat beragama, dapat bekerjasama dalam hal :
1). Memberantas kemiskinan
2). Menanggulangi kenakalan remaja
3). Meningkatan kebersihan lingkungan

Mengenai kerjasama antar umat beragama ini ada hal-hal yang harus diperhatikan, yaitu sbg berikut :
1). Kerjasama tersebut memang pantas dilakukan secara bersama-sama
2). Kerjasama itu tidak bertentang dengan norma-norma yang ada
3). Kerjasama itu mendatangkan kebaikan atau keuntungan
4). Kerjasama tersebut sebatas soal kemasyarakatan bukan soal akidah (keyakinan)




3.      Dalam kehidupan antar bangsa dan antar Negara, dapat bekerjasama baik bilateral, regional maupun multilateral.
Kerjasama  bilateral (kerjasama 2 negara) misalnya :
-   RI – Filipina, tentang pemberantasan penyelundupan dan bajak laut
-   RI – Malaysia , tentang extradiksi

Kerjasama regional (dalam suatu wilayah), misalnya ASEAN (Association of South East Asian Nations) menyangkut kerjasama ekonomi, sosial dan budaya.

Kerjasama multilateral, seperti kerjasama dengan Organization Kopi Internasional (International Coffee Organization, ICO), Organisasi kayu Tropis Internasional (international Tropical Organization, ITTO), kerjasama Ekonomi Asia pasifik (Asia Pasific Economic Cooperation, APEC), kerjasama antar Negara Anggota Non Blok (Non Aligned Movement) dan sebagainya.